Sumber : canva
Berawal dari proses kelahirannya di dunia manusia sudah melewati musabaqah (persaingan) hidup yang super ketat. Saat di dalam rahim, untuk bisa membuahi ovum (sel telur) dan menjadi sebuah janin dirinya harus terlebih dahulu beradu kecepatan dan ketangkasan melawan berjuta-juta spermatozoa. Hanya sel yang paling tangguh sajalah yang akan menjadi the winner (pemenang) dalam kompetisi tersebut untuk kemudian bisa terlahir sebagai manusia.
Persaingan adalah sunnatullah (ketetapan Allah) dalam kehidupan yang harus terjadi dan siapapun tidak akan bisa menghindar darinya. Allah sengaja menciptakan perbedaan dan keberagamanan dalam diri manusia sebagai stimulan bagi lahirnya persaingan. Bersaing pada hakekatnya berupa ikhtiar (daya upaya) dan mujahadah (perjuangan maksimal) untuk mengungguli fihak lain yang dinilai memiliki hasrat dan semangat yang lebih tinggi, potensi lebih besar, kekuatan lebih prima, taktik dan strategi lebih jitu dan berbagai faktor kelebihan lainnya dibandingkan dengan apa yang ada pada diri sendiri.
Kunci kompetisi adalah sikap positif dan mental sportif yang disertai semangat juang untuk menjadi pemenang. Agar bisa sampai pada tangga kesuksesan dan keberhasilan, manusia tidak cukup sekedar punya daya saing tinggi. Namun, mereka juga harus tangguh dan mampu berhadapan dengan siapa saja dan bisa bertahan dengan segala suasana. Namun sayang, bagi mereka yang berkarakter lemah dan bermental kerdil seringkali tidak siap mengikuti kompetisi dan bahkan cenderung menghindarinya.
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berans tidak membutuhkan objek sebagai korban penderita, Dalam rangka membangun persepsi tentang kompetisi hidup, ada baiknya kita beranalogi dengan ajang perlombaan lari. Setiap atlet berlari dijalur lintasan masing-masing tanpa mengganggu, merintangi, menjegal atau mengganjal kaki peserta yang lain. Setiap peserta melihat lawan sebagai trigger (pemicu) untuk lebih bersemangat dan bergairah dalam menjalani pertandingan.