Sifat mulia ini sering difahami sebagai bentuk karakter rendah hati dan tidak sombong. Seorang mutawaadhi' (yang bersifat tawadhu') sering digambarkan sebagai sosok yang tidak pernah merasa memiliki kemuliaan, kelebihan dan keagungan yang menjadikan dirinya merasa lebih istimewa dibanding yang lain.
orang- orang yang bodoh dan tak tahu diri sajalah yang akan selalu merasa senang dan nyaman dalam belenggu keangkuhan dan kesombongan. Karena itu, hendaklah jangan pernah ada seorangpun berjalan dimuka bumi melainkan dengan ketawadhu'an. Kenapa? Karena, kalaupun ia sombong, betapa banyak orang yang jauh lebih mulia yang telah terbujur kaku dalam dekapan perut bumi.
Tawadhu' tak ubahnya sebuah mutiara yang keberadaanya hanya ada di dasar laut. Maka, hanya orang-orang yang mau melihat kebawah dan menyelam yang akan memperolehnya. Lain halnya dengan takabbur, ia tak ubahnya seperti bangkai yang selamanya terapung dipermukaan laut. la busuk, rusak, hina tiada berharga dan ringan tiada bobotnya.
Tawadhu' adalah hiasan tanpa polesan dan kejujuran tanpa kepalsuan. Ia terlahir sebagai sebuah kesadaran dan keterpanggilan, bukan sebuah keterpaksaan dan kamuflase belaka. Tawadhu' itu fitrah yang asli dan murni dan bukannya campuran ataupun imitasi.
"Jadilah bintang yang gemerlapan diangkasa,
Tapi, bayangannya tampak indah didasar air.
Jangan jadi asap yang membumbung tinggi,
Tapi, ia tak pernah beranjak dari pijakannya."