Bagi seorang mukmin, risau adalah salah satu media dalam rangka membangun komunikasi yang harmonis antara dirinya dengan Allah Ta'aala. Resah tak ubahnya proses produktif yang akan menghasilkan berbagai sikap positif seperti mawas diri, hati-hati, cermat dan waspada. Demikian pula gelisah, ia laksana percikan api yang akan membakar beragam sikap negatif semisal malas, ceroboh, sombong dan durhaka.
Demikian itulah risau, resah, gelisah dan sejenisnya yang akan mengantarkan seorang mukmin pada jenjang kedewasaan dan kematangan dalam menjalani kehidupan sebagai seorang hamba Allah 'Azza wa Jalla. Pada titik klimaksnya adalah proses pergolakan hati itu akan menciptakan ketergantungan jiwa hanya pada Allah sebagai sumber kedamaian dan ketenteraman Yang Maha Esa.
Perlu diketahui bahwa dibalik sebuah kerisauan terpendam energi dan potensi yang sangat besar untuk meraih sebuah keberhasilan. Risau yang seperti ini akan menjadi mesin penggerak bagi lahirnya obsesi dan cita-cita baru yang lebih tinggi. Akibatnya, jiwa tak mudah merasa puas terhadap prestasi dan keberhasilan yang telah diraih. Sebab, sikap mudah puas adalah penyebab utama bagi tertutupnya pintu kemajuan.
Sikap cepat bangga seringkali menjadikan akal tak tajam lagi dalam berpikir dan membuat kaki tak lagi kuat melangkah dalam menaklukkan tantangan. Akibatnya, jiwa akan kehilangan gairah dan semangat mendaki untuk sampai ke puncak kejayaan.